Kamis, 28 Januari 2016

Materi PAI Perawatan Jenazah XI genap SMKN 2 Selong

 BAB 6
TATA CARA PENGURUSAN JENAZAH


A.     Tata Cara Perawatan Jenazah
1.      Memandikan jenazah
Orang yang berhak untuk memandikan jenazah adalah keluarga yang terdekat yaitu yang termasuk muhrim, suami, dan istri.
Apabila dari keluarga terdekat tidak ada yang bisa memandikannya, barulah diserahkan kepada orang lain yang dapat dipercaya, yaitu orang yang dapat memandikan dan dapat menjaga aib atau keganjilan-keganjilan yang sekiranya ada pada jenazah.
Bagi jenazah perempuan yang memandikan juga perempuan, dan jika jenazah laki-laki maka yang memandikan juga laki-laki.
Syarat jenazah yang dimandikan adalah :
a.       Orang Islam
b.      Memandikan seluruh tubuh atau mungkin sebagian tubuh yang dapat ditemukannya walaupun sebagian/sedikit.
c.       Jenazah tersebut bukan mati syahid, sebab bagi orang yang meninggal karena perang membela agama atau mati syahid tidak boleh dimandikan, dikafani, dan tidak disalatkan.
Rasulullah SAW bersabda :

إِنَّ النَّبِيَّ ص م لاَ يَغْسِلُ قَتْلَ أُحُوْدٍ وَلَمْ يُصَلِ عَلَيْهِمْ (رواه البخارى)

Artinya :
Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW tidak memandikan para korban Perang Uhud dan tidak pula menyalatkan mereka”. (H.R. Bukhari)

Tata cara memandikan jenazah
a.       Jenazah ditempatkan diatas meja yang miring atau tempat yang agak tinggi, supaya percikan air dari bawah itu tidak sampai keatas mengenai jenazah.
b.      Tempat untuk memandikan dicarikan tempat yang tertutup dan terlindungi.
c.       Diantara meja atau tempat memandikan, diatasnya diletakkan potongan pohon pisang kurang lebih 6 potong yang digunakan sebagai bantalan.
d.      Pada saat dimandikan jenazah diberi pakaian basahan, atau kain sarung agar auratnya tidak terbuka.
e.       Kemudian setelah disiapkan tempat memandikan, mayat diangkat dan diletakkan diatas pohon pisang yang berada diatas meja, kemudian disiramkan ke seluruh tubuhnya dengan menggunakan air sabun.
f.        Membersihkan kotoran, seperti kotoran dari perutnya, pada setiap lubang dengan menggunakan sarung tangan dengan cara ditekan pelan-pelan.
g.       Setelah jenazah dibersihkan dari najis dan kotoran pada setiap lubangnya dengan air sabun, kemudian dimandikan bagian badan sebelah kanan dan kiri.
h.       Waktu memandikan jenazah disunahkan disiram tiga kali atau lima kali.
i.         Setelah jenazah selelsai dimandikan, lalu disisir rambutnya dengan rapi.
j.        Jenazah diwudukan sebagaimana biasa kemudian disiram dengan air yang dicampur dengan wangi-wangian.
k.      Badan jenazah dikeringkan dengan kain handuk.
l.         Jenazah diangkat, kemudian diletakkan pada kain kafan yang sudah disiapkan.
 

 2.      Mengkafani jenazah
Kain kafan untuk jenazah laki-laki paling sedikit satu lapis, dan disunahkan tiga lapis  tanpa baju dan surban. Sedang bagi wanita disunahkan lima lapis yaitu untuk kain basahan (bawah), baju, tutup kepala, leher, dan kain yang menutupi seluruh tubuhnya.
Biaya untuk kain kafan diambilkan dari harta si jenazah. Jika tidak ada, maka dapat diambilkan dari keluarga terdekat atau yang menanggung nafkahnya waktu dia masih hidup. Jika tidak ada, diambilkan dari baitul mal. Jika tidak ada, diambilkan dari seluruh umat Islam yang mampu.
Urutan-urutan yang dilakukan waktu mengkafani jenazah
a.       Membuat tali pengikat, kurang lebih 7 tali pengikat, kemudian diletakkan kira-kira pada bagian kepala, tangan, kaki, lutut, dan mata kaki. Dua tali untuk persiapan tali ujung atas dan ujung bawah.
b.      Kain kafan dibentangkan sehelai demi sehelai yang sudah ditaburi harum-haruman.
c.       Dibuatkan dan disiapkan kafan pelengkap seperti baju, kerudung dan basahan.
d.      Jenazah hendaknya diberi kapur barus yang sudah dihaluskan, kemudian diangkat, jenazah dalam keadaan tertutup dengan kain kafan diletakkan diatas kain kafan yang sudah disiapkan.
e.       Kedua tangan diletakkan diatas dadanya, tangan kanan diletakkan diatas tangan kiri (sedekap) atau boleh juga kedua tangannya diluruskan ke bawah.
f.        Tempelkan kapas pada hidung, pusar, dubur, dan pada lubang-lubang yang lain.
g.       Selimuti kain kafan sebelah kanan yang paling atas kemudian ujung lembar sebelah kiri selanjutnya lakukan selembar demi selembar seperti itu.
h.       Setelah tubuh jenazah diselimuti dengan kain kafan dengan rapi, kemudian tali-tali yang disiapkan sudah dapat diikatkan mulai dari tali yang paling ujung atas dan ujung bawah, kemudian tali kepala, kaki, dan jika sudah selesai segera disiapkan tempat untuk menyalatkan.
 
Video cara mengafani jenazah bisa dilihat dibawah ini !


3.      Menyalatkan jenazah
Setelah jenazah dikafani, kewajiban selanjutnya adalah disalatkan dalam rangka mendoakannya. Hendaknya keluarga terdekat, anak-anak, dan saudaranya ikut mendoakan dengan cara salat jenazah.
Syarat-syarat sah salat jenazah
a.       Orang Islam
b.      Suci dari hadas besar dan kecil, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis.
c.       Menutup aurat dan menghadap kiblat
d.      Keadaan jenazah sudah dimandikan dan sudah dikafani
e.       Letak jenazah diarahkan kiblat orang yang menyalatkan.
Rukun salat jenazah
a.       Niat dengan ikhlas mengharapkan rida dari Allah
b.      Berdiri jika mampu
c.       Membaca surat Al fatihah setelah takbir pertama
d.      Membaca solawat Nabi setelah takbir kedua
e.       Membaca doa jenazah setelah takbir ketiga
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ

Artinya :
Ya Allah ampunilah dia dan kasihanilah dia dan sejahterakanlah dia”.

f.        Membaca doa setelah takbir yang keempat untuk jenazah dan kita sendiri
اَللَّهُمَّ لاَتَحْرِ مْنَ أَجْرَهُ وَلاَ تَفْتِنَا بَعْدَهُ وَاغْفِرْلَنَا وَلَهُ

Artinya :
“Ya Allah janganlah engkau menghalangi kami memperoleh pahalanya dan janganlah fitnah kami sepeninggalnya dan ampunilah kami dan dia”.

g.       Membaca salam
Pelaksanaan salat jenazah
Salat jenazah dilakukan dengan empat kali takbir, dilakukan boleh berjamaah dan boleh sendirian (munfarid). Untuk baris dan safnya disunahkan tiga saf dan paling sedikit dua orang.

Tata cara salat jenazah
a.       Jenazah yang akan disalatkan diletakkan di depan membujur ke utara
b.      Jika jenazah laki-laki maka imam berdiri sejajar arah pada kepala
c.       Jika jenazah perempuan, maka imam berdiri sejajar arah pada lambung atau tengah-tengah badan jenazah
d.      Urutan pelaksanaan salat jenazah dikerjakan secara tertib sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan
e.       Wanita boleh juga ikut menyalatkan jenazah dan juga sah
f.        Semakin banyak yang menyalatkan semakin baik.

4.      Mengubur jenazah
Bagi jenazah muslim wajib dikuburkan di pekuburan, dan bagi yang mati syahid wajib dikuburkan di tempat dimana ia terbunuh atau gugur. Seperti yang dilakukan Rasulullah SAW terhadap para syuhada Perang Badar.
Cara menguburkan jenazah
a.       Dalam membuat lubang kubur disunahkan dibuat liang lahat sepanjang badan ukuran jenazahnya. Lebar kira-kira satu meter dan dalamnya kira-kira dua meter atau setinggi atap ditambah setengah lengan, dasar lubang dibuat miring ke arah kiblat kira-kira galian memuat jenazah, lubang kubur dibuat seperti itu kalau tanahnya keras.
b.      Kalau tanahnya bercampur pasir atau gembur lebih baik dibuat lubang tengah, yaitu lubang kecil ditengah-tengah kubur, kira-kira dapat memuat jenazah.
c.       Jenazah dimasukkan kedalam liang lahat dengan posisi miring ke kanan dan menghadap kiblat.
d.      Membaca doa pada waktu memasukkan jenazah ke lubang kubur sebagai berikut :
e.       Tali-tali pengikat kain kafan semuanya dilepaskan.
f.        Kemudian ditutup dengan papan / kayu dan diatas ditimbuni dengan tanah sampai rata dan ditinggikan kurang lebih satu jengkal.
g.       Menyiramkan air diatas kubur.
h.       Mendoakan dan memohonkan ampun untuk jenazah.
بسم الله وعلى ملة رسول الله
Artinya :
“Dengan nama Allah dan atas agama Rasulullah”.

B.     Bertakziah
Takziah menurut bahasa artinya menghibur, sedang menurut istilah, takziah adalah menghibur kepada keluarga yang ditinggalkan. Hukum takziah adalah sunah. Tujuan takziah adalah agar keluarga yang ditinggal bersabar dalam menerima cobaan dan mempunyai keteguhan iman dan Islam. Disamping itu juga dengan memberi bantuan materi yang bersifat moral.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sewaktu bertakziah :
1.      Mendoakan kepada jenazah dengan cara ikut menyalatkannya
2.      Mendoakan agar amal baiknya diterima dan dosanya diampuni Allah SWT
3.      Mendoakan kepada keluarga supaya tabah, sabar, dan tawakal
4.      Memberi bantuan baik berupa materi maupun nonmateri
5.      Ditempat takziah tidak bercanda, atau bicara keras sambil tertawa
6.      Tidak melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya dilakukan
7.      Mengantarkan jenazah sampai ke tempat pemakaman.

C.     Ziarah Kubur
Ziarah kubur menurut bahasa artinya mengunjungi kubur atau tempat pemakaman. Menurut istilah ziarah yaitu mengunjungi ke makam (kubur) dengan mendoakannya. Pada awal sejarah Islam, ziarah kubur dilarang (diharamkan) baik laki-laki maupun perempuan karena dikhawatirkan akan dapat menggoyahkan iman (menjadi musyrik). Tetapi ketika Islam sudah kuat, ziarah kubur diperbolehkan.
Tata cara ziarah kubur
1.      Pada waktu akan berangkat ke makam terlebih dahulu berwudu / bersuci.
2.      Membaca doa atau salam pada waktu akan memasuki makam itu, yaitu :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْهِمْ يَاأَهْلَ اْلقُبُوْرِ يَغْفِرْ لَنَا وَلَهُمْ أَنْتُمْ سَلَفْنَا وَنَحْنُ بَاْلأَ شَرِ (رواه التر مذى)
Artinya :
“Sesungguhnya keselamatan atasmu wahai penghuni kubur, semoga Allah memberi ampunan bagi kami dan bagi kamu, kamu adalah perintis bagi kami, dan kami akan insya Allah kami akan menyusulmu”. (H.R. Tirmizi)

3.      Setelah sampai dikubur yang dituju, duduk menghadap ke arah muka jenazah
4.      Membaca ayat-ayat Alqur’an seperti Yasin, Ayat Kursi
5.      Pada waktu ziarah, hendaknya dengan khusyuk dan terlintas pada hati bahwa suatu saat juga akan mati
6.      Jangan duduk diatas batu nisan atau melangkahi kuburan
7.      Tidak berbuat kemusyrikan, seperti memohon kepada ahli kubur
8.      Menyampaikan permohonan doa kepada Allah agar mendapat ampunan serta rahmat bagi ahli kubur. Setelah ziarah kubur hendaknya memperbanyak amal kebaikan yaitu menambah ketakwaan kepada Allah SWT.
 
" Semoga Bermanfaat"
 

Selasa, 26 Januari 2016

materi PAI kelas X Genap (wakaf) SMKN 2 Selong

BAB 7
PENGELOLAAN WAKAF
Pengertian
Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “Waqf” yang berarti “al-Habs”. Ia merupakan kata yang berbentuk masdar (infinitive noun) yang pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Apabila kata tersebut dihubungkan dengan harta seperti tanah, binatang dan yang lain, ia berarti pembekuan hak milik untuk faedah tertentu (Ibnu Manzhur: 9/359). Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan hak milik atas materi benda (al-‘ain) untuk tujuan menyedekahkan manfaat atau faedahnya (al-manfa‘ah) (al-Jurjani: 328). Sedangkan dalam buku-buku fiqh, para ulama berbeda pendapat dalam memberi pengertian wakaf. Perbedaan tersebut membawa akibat yang berbeda pada hukum yang ditimbulkan. Definisi wakaf menurut ahli fiqh adalah sebagai berikut.
Pertama, Hanafiyah mengartikan wakaf sebagai menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Definisi wakaf tersebut menjelaskan bahawa kedudukan harta wakaf masih tetap tertahan atau terhenti di tangan Wakif itu sendiri. Dengan artian, Wakif masih menjadi pemilik harta yang diwakafkannya, manakala perwakafan hanya terjadi ke atas manfaat harta tersebut, bukan termasuk asset hartanya.
Kedua, Malikiyah berpendapat, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun pemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi wakaf tersebut hanya menentukan pemberian wakaf kepada orang atau tempat yang berhak saja.
Ketiga, Syafi‘iyah mengartikan wakaf dengan menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan (al-Syairazi: 1/575).
Keempat, Hanabilah mendefinisikan wakaf dengan bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185). Itu menurut para ulama ahli fiqih. Bagaimana menurut undang-undang di Indonesia? Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.
Dari beberapa definisi wakaf tersebut, dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran syariah Islam. Hal ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 UU no. 41 tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Rukun Wakaf
Rukun Wakaf terdiri dari empat macam, yaitu:
  1. orang yang berwakaf (al-waqif).
  2. benda yang diwakafkan (al-mauquf).
  3. orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi).
  4. lafadz atau ikrar wakaf (sighah).
Syarat-Syarat Wakaf
  1. Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
  2. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai’).
  3. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu’ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
  4. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.